Efektifitas Pemberlakuan PSBB Untuk Mencegah Penyebaran Covid-19

Ahmad Timor Harahap, SH Advokat / Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pamulang. (Foto/is)

Penulis : Ahmad Timor Harahap,SH

PSBB di wilayah DKI Jakarta telah ditetapkan berlaku sejak tanggal 10 April 2020, sudah hampir 14 hari berlalu, penyebaran Covid 19 cenderung meningkat dilihat dari grafik yang terupdate di beberapa media nasional.

Seperti pernyataan yang disampikan oleh juru bisara percepatan penanganan penyebaran Covid 19, penyebaran / penularan Covid 19 masih terus berlangsung seperti di wilayah DKI Jakarta, karena kepatuhan masyarakat untuk tidak keluar rumah atau menghindari kegiatan sosial kemasyarakatan yang berpotensi terjadinya penularan Covid 19 masih terus berlangsung.

Pernyataan ini sesuai dengan apa yang terjadi dalam realitas sehari-hari di wilayah DKI Jakarta pada saat PSBB diberlakukan, aktifitas masyarakat masih berjalan seperti biasa, meskipun pun ada sedikit penurunan, akan tetapi kegiatan masyarakat masih cenderung terlihat seperti hari-hari biasa.

Wilayah lain sebagai penopang DKI Jakarta seperti Kota Depok, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, juga telah menetapkan diberlakukannya PSBB dengan tujuan untuk menghambat dan memutus mata rantai penyebaran Covid 19.

Lagi-lagi penyebaran/penularan Covid 19 masih terus berlangsung dan cenderung semakin meningkat, serta realitas sehari-hari di wilayah Kota Depok, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, pada saat PSBB diberlakukan, aktifitas masyarakat masih berjalan seperti biasa, meskipun pun ada sedikit penurunan.

Disisi lain, di wilayah Jabodetabek khususnya sudah hampir 2 bulan lebih anak-anak tidak masuk sekolah, sudah hampir 2 bulan lebih banyak masyarakat tidak dan atau membatasi kegiatannya, permasalahan ketahaan ekonomi rumah tangga semakin mengkhawatirkan masyarakat, kejenuhan dan kebuntuan diiringi ketakutan semakin tinggi telah mengganggu mental masyarakat, beberapa berita telah beredar tentang masyarakat yang mati kelaparan karena sudah tidak mampu untuk membeli beras sekedar untuk makan, kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah untuk mengatasi permasalahan pandemic ini semakin tipis, karena penyebaran/penularan Covid 19 masih terus berlangsung malah cenderung meningkat.

Kebijakan PSBB pun akhirnya dipertanyakan publik, apakah efektif pemberlakuan PSBB untuk menghambat dan memutus mata rantai penyebaran Covid 19…?

Dari berjalannya waktu pemberlakuan PSBB di wilayah DKI Jakarta sebagai tolok ukur efektif atau tidak PSBB untuk menghambat dan memutus mata rantai penyebaran Covid 19, telah menimbulkan sikap pesimistis diberbagai kalangan, PSBB terkesan menjadi kebijakan yang sia-sia atau buang-buang waktu. Sementara itu, waktu dalam masa pandemic seperti sekarang ini sangat menentukan dan berarti untuk masa depan kehidupan kita sebagai bangsa.

Dari catatan penulis, ada beberapa hal yang menjadikan PSBB yang diberlakukan seperti sekarang ini tidak efektif , antara lain :

1. PSBB kebijakan yang kurang tegas dan ragu-ragu. PSBB dinilai suatu kebijakan yang kurang tegas dan ragu-ragu bertitik tolak dari masih banyaknya kegiatan masyarakat berskala besar yang terjadi tanpa ada larangan dari Pemerintah dengan tegas. Dari arus lalulintas kendaraan yang melintas dihari-hari kerja diwilayah DKI Jakarta sebagai contoh masih sangat tinggi volumennya, masih tinggi tingkat atktifitas masyarakat seolah-olah tidak ada PSBB. Untuk menjaga agar perekonomian masyarakat tetap berjalan tentunya menjadi pertimbangan Pemerintah, tetapi pertimbangan ini telah membuat kebijakan PSBB ternilai kurang tegas dan ragu-ragu.

2. Terjadinya tumpang tinding Peraturan dilevel Kementerian. Ada Peraturan Menteri yang tidak sejalan dalam penerapan PSBB, Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 18 Tahun 2020 Tentang Pengendalian Transportasi Dalam Ragka Pencegahan Penyebaran Virus Corona (Covid-19). Pemberlakuakn PSBB seolah-olah main tarik ulur sehingga mebingungkan masyarakat. Permintaan kepada Kementerian Perhubungan untuk menghentikan sementara operasional trasnportasi KRL oleh beberapa wilayah di Jabodetabek yang memberlakukan PSBB, ditolak oleh PLt. Menteri Perhubungan, hal ini sangat disayangkan sehingga terlihat sekali ego sektoral yang tidak sejalan ke arah tujuan bersama yaitu bagaimana bisa mengatasi persoalan besar yaitu untuk menghambat dan memutus mata rantai penyebaran Covid 19.

3. Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat. Kesadaran masyarakat untuk tidak keluar rumah dan membatasi kegiatannya, tentunya harus dimaklumi bukan sebagai ketidak pedulian terhadap PSBB. Ada persoalan ekonomi untuk bisa bertahan hidup ditengah-tengah padmic menjadi hal yang mendorong sebagian masyarakat tetap keluar rumah dan seolah-olah mereka-mereka itu tidak perduli terhadap PSBB. Kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap PSBB akan tinggi apabila persoalan ekonomi untuk bertahan hidup diberikan solusi oleh Pemerintah berupa bantuan langsung tepat sasaran.

Dari beberapa cataan tersebut, kesimpulannya adalah, Pemerintah Pusat ragu-ragu untuk membuat kebijakan tegas tentang pembatasan sosial untuk menghambat dan memutus mata rantai penyebaran Covid 19. Keberanian Pemerintah Pusat untuk tegas membuat kebijakan pembatasan sosial adalah satu-satunya harapan untuk menghambat dan memutus mata rantai penyebaran Covid 19. Adapun konsekwensi yang harus dihadapi, seperti berdampak kepada perekonomian nasional, masih lebih terbuka peluang untuk kita bersama mencari solusinya, masyarakat yang terkena imbas dari kebijakan dimaksud harus cepat dibantu dengan benar, minimal untuk bisa bertahan selama kebijakan pembatasan sosial yang lebih tegas tanpa keraguan. Dari pada PSBB seperti sekarang ini yang terkesan ngambang dan sia-sia, tidak menjadi solusi tetapi imbasnya baik secara ekonomi dan lain sebagainya tetap juga dirasakan dan harus dihadapai oleh masyarakat luas.

Semakin lama dalam kebijakan PSBB seperti ini, akan membuat keadaan semakin sulit bahkan lebih parah lagi, berpotensi terjadi resesi ekonomi sebagaimana disampaikan Menteri Perekonomian beberapa waktu yang lalu apabila keadaan ini tidak cepat pulih. Dengan waktu sesaat diperkirakan 21 hari pembatasan sosial dengan tegas dilakukan dan didukung oleh semua elemen yang ada, akan dapat menjadi solusi untuk menghambat dan memutus mata rantai penyebaran Covid 19, lebih terbuka peluang kedaan bisa cepat pulih untuk kita bersama. Pilihan ada ditangan Pemerintah Pusat, masyarakat Indonesia menunggu langkah dan kebijakan Pemerintah dalam hal ini.