Oleh : Rio Hendra, SH., MH.
Dosen Fakultas Teknik Informatika Universitas Pamulang
Reportase.tv, Tangsel – Sudah tiga bulan lebih pandemic Covid-19 menyerang Indonesia, semua sendi-sendi kehidupan pun ikut terdampak dengan adanya pandemic Covid-19 ini. Ekonomi, bisnis, transportasi dan dunia Pendidikan tidak luput terkena dampak dari Covid-19 ini, banyak orang yang kehilang pekerjaannya sebagai pekerja dan banyak bisnis yang terancam gulung tikar akibat pandemic ini. Dunia Pendidikan pun tidak luput terkena dampaknya, seluruh sekolah di Indonesia ditutup dan mewajibkan untuk peserta didiknya belajar dirumah secara online/daring, agar penyebaran virus Covid-19 ini tidak semakin menyebar semakin dan menjangkiti anak-anak. Hampir seluruh sekolah menggunakan internet untuk tetap berkomunikasi dengan anak dan menjadikannya sebagai sarana dalam menyampaikan pelajaran kepada peserta didiknya.
Dengan adanya sistem pembelajaran online/daring bagi anak-anak sekolah membuat anak-anak tersebut harus terhubung dengan internet melalui perangkat elektronik, baik melalui Handphone, komputer maupun laptop. Namun dengan semakin berkembangnya pengetahuan anak-anak tentang dunia digital, hal tersebut tidaklah menyulitkan mereka dalam melakukan pembelajaran, karena dalam kesehariannya mereka sudah banyak yang terbiasa menggunakannya, terutama Handphone. Namun ada hal yang harus diwaspadai ketika anak-anak terlalu sering terhubung dengan internet melalui gadgetnya, karena bisa saja mereka mengalami kekerasan melalui dunia maya, ada beberapa bentuk kekerasan terhadap anak yang bisa terjadi di dunia maya. Kekerasan yang sering kita dengar adalah Cyberbullying atau perundungan siber, kekerasan seksual secara online dan eksploitasi seksual secara online, selain kekerasan, anak-anak juga rentan terpapar dengan pornografi, game-game yang berbau kekerasan dan judi online.
Meningkatnya penggunaan internet di kalangan anak-anak sekolah dimasa pandemic ini dapat meningkatkan kerentanan anak-anak dalam situasi kekerasan dan eksploitasi. Cyberbullying atau perundungan siber menjadi salah satu masalah yang sering terjadi di Indonesia, dengan semakin intensnya anak-anak menggunakan internet pada masa pandemic ini maka peluang perundungan siber juga semakin besar terjadi dan harus ada langkah-langkah yang dilakukan baik oleh orang tua, lingkungan, sekolah dan pemerintah untuk mencegah hal tersebut terus terjadi. Perundungan siber atau cyberbullying dapat dilakukan oleh semua umur, termasuk anak laki-laki maupun anak perempuan. Anak laki-laki lebih sering melakukan cyberbullying melalui aktivitas sexting, atau dengan cara mengirimkan ancaman fisik. Di sisi lain, anak perempuan melakukan cyberbullying dengan melontarkan kebohongan, gosip, dan rumor, atau menyebarkan rahasia orang lain. Walau begitu, salah satu yang kerap terjadi adalah, para pengguna Internet bisa bertukar peran dalam perundungan siber. Di satu waktu mereka bisa menjadi korban cyberbullying, tapi ada pula risiko mereka untuk menjadi pelaku perundungan siber. Bukan tak mungkin, anak-anak kita menjadi pelaku cyberbullying dan melecehkan orang lain di Internet. Terlebih, anak-anak saat ini, generasi Z (dikenal dengan digital native), mahir Internet dan perangkat aksesnya (https://lifestyle.kompas.com/read/2019/10/16/112740720/apa-itu-cyberbullying-dan-bagaimana-mengajari-anak-menghindarinya?page=all).
Belum lagi kasus-kasus kekerasan seksual anak melalui online yang rentan terjadi pada masa pandemic ini, karena anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya dengan terhubung internet. Sebuah Lembaga perlindungan anak yang fokus pada kekerasan dan eksploitasi seksual anak di Indonesia, ECPAT Indonesia melakukan penelitian terkait dengan kekerasan dan eksploitasi seksual anak secara online selama masa pandemic covid-19 ini, hasilnya dari 1203 anak yang menjadi responden ternyata di temukan sekitar 287 anak yang mengalami pengalaman buruk selama menggunakan internet di masa pandemic covid-19 ini. Bentuk-bentuk pengalaman buruk yang paling sering dialami meliputi dikirimi tulisan/pesan teks yang tidak sopan dan senonoh (112 responden), dikirimi gambar/video yang membuat tidak nyaman (66 responden) hingga dikirimi gambar/video yang menampilkan pornografi (27 responden).”(https://ecpatindonesia.org/berita/kekerasan-seksual-anak-online-meningkat-di-masa-pandemi-covid-19).
Para pelaku biasanya memanfaatkan kerentanan, kepolosan dan ketidaktahuan anak dalam melancarkan aksinya, dan anak-anak belum mengetahui resiko-resiko apa saja yang bisa terjadi ketika mereka berselancar di Internet. Banyak anak yang tidak menceritakan kejadian yang tidak mengenakkan yang pernah mereka alami di dunia maya kepada orang tua atau guru mereka, hal inilah yang menjadikan kasus-kasus kekerasan dan eksploitasi anak terjadi di dunia maya terus meningkat angkanya. Indonesia telah memiliki peraturan perundangan-undangan yang melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Juncto Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Transaksi Elektronik, serta Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Walaupun Indonesia telah memiliki ketiga Undang-Undang ini, namun peran dari anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan eksploitasi dalam dunia maya untuk melaporkan kejadian yang mereka alami perlu mendapatkan perhatian khusus agar mereka mau melaporkan dan bercerita kepada orang yang mereka percayai untuk melaporkan kejadiannya.
Dengan masih berlanjutnya proses pembelajaran secara online oleh sekolah-sekolah untuk anak-anak dalam rangka menekan angka penyebaran Covid-19 ini, maka diperlukan kebijakan-kebijakan perlindungan anak secara online yang dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Komunikasi dan Informasi, agar anak-anak bisa terlindungi dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi yang bisa terjadi di dunia maya pada masa pandemic Covid-19 ini. Selain itu peran dari keluarga khususnya orang tua dalam mendampingi anak-anak mereka mengakses internet ketika masa pandemic ini juga perlu ditingkatkan, anak-anak harus diajarkan untuk disiplin dalam memakai gadget mereka dan diberikan batasan yang cukup ketat dalam penggunaanya, seperti waktu pengunaannya yang dibatasi. Langkah-langkah pencegahan harus segera dilakukan oleh semua pemangku kepentingan agar anak-anak Indonesia terlindungi dan tidak menjadi korban kekerasan dan eksploitasi dalam dunia maya.
[…] Sumber : reportase.tv […]