Oleh: Bambang Santoso S.Si, M.Sc
Reportase.tv, Tangsel – Kata yang menjadi trend belakangan ini adalah new normal. Kebiasaan baru yang mau tidak mau harus diadaptasi. Ini mengubah norma dan etika. Sebelumnya, ketika bertemu kita biasa berjabat tangan. New normal mengajarkan memakai salam Corona saja, menangkupkan tangan jarak jauh. Kalau dulu duduk berdekatan menunjukkan keakraban, sekarang jarak 1 meter bahkan 2 meter dianjurkan. Dan pemakaian masker di new normal adalah suatu keharusan. Orang tidak memakai masker di luar rumah mengundang pandangan negatif orang lain. Pemakaian masker ini mempunyai kendala ketika kita belum tahu seninya.
Di Arab sana, sudah jamak wanita memakai cadar saat keluar rumah. Ini termasuk gadisnya. Saya selalu bertanya-tanya dalam hati bagaimana bisa membedakan wanita bila wajah tertutup cadar? Bagaimana bisa membedakan wanita cantik dan tidak?
Saya pernah bertanya ke pemuda Arab yang bujang, “Bagaimana engkau bisa memilih jodoh kalau para wanita tertutup cadar? Bagaimana engkau membedakan wanita ini cantik dan wanita itu tidak cantik?”
Dia menjawab singkat, “Dari matanya.”
Saya terhenyak, “Dari mata kamu bisa tahu dia cantik atau tidak cantik?”
Pemuda itu menegaskan, “Na’am, thoba’an.” Yang kira-kira artinya “Ya, tentu saja.”
Wah, ini ilmu baru buat saya. Belum pernah tahu yang semacam ini.
Ternyata kemampuan mengenali seseorang lewat mata sudah dipunyai nenek moyang bangsa Arab ribuan tahun lalu. Diturunkan ke anak cucu mereka sampai kini. Salah satu latihannya adalah dengan mengenal gadis yang memakai cadar. Dari mata, seseorang bisa tahu dia si A, si B, atau si C. Dari mata, seseorang dapat tahu wanita ini setengah cantik, cantik, atau sangat cantik.
Dan rupanya pengetahuan itu sekarang menjadi sangat penting. Jaman baru telah datang. Jaman di mana kita harus bisa membedakan orang hanya dari mata.
Ini adalah jaman masker. Jaman di mana pemuda memilih pasangannya hanya dengan tatapan mata. Jaman di mana orang mengenal orang lain hanya dengan seleret garis horizontal yang terbuka di wajah.
Tapi sisi bagusnya, menurut kata orang, mata adalah jendela hati. Anda bisa melihat apa yang di hati seseorang melalui mata.
Seorang pembicara pernah mengatakan, “Jika ingin melihat seseorang itu sedang berbohong atau tidak, lihat matanya. Jika pandangannya selalu berpindah-pindah ketika bicara, kadang ke bawah, kadang ke atas, kadang ke kiri, kadang ke kanan, besar kemungkinan dia berbohong. Dia ingin menghindari menatap mata anda. Tapi jika matanya santai, selalu melihat kepada lawan bicara, maka besar kemungkinan dia mengatakan hal yang sebenarnya.”
Pernah memakai emoji “Smiling Face with Heart Eyes”? Itu emoji yang menggambarkan bahwa hati yang penuh cinta dapat terlihat di mata. Emoji ini di tahun 2019 menempati ranking nomor 3 terbanyak dipakai. Secara tidak sadar manusia mengakui mata adalah jendela hati. Hati penuh cinta akan tercermin di mata. Jangan lupa, hati penuh benci pun akan tercermin di mata.
Kemampuan mengenali mata sangat berguna. Mulai sekarang, kita harus mempelajari kemampuan ini. Ketika wajah tertutup masker, dan ini bisa saja berlanjut selamanya sesuai new normal, maka kemampuan mengenali mata ini menjadi ketrampilan dasar yang harus dikuasai. Ada tiga tingkatan pengenalan lewat mata.
1. Mengenali orang
Seseorang harus bisa membedakan ini Budi dan itu Badu, ini Susi dan itu Weni, walau wajah tertutup masker. Ini ketrampilan dasar yang wajib dikuasai. Peringatan pertama, jangan sampai salah mengenali atasan anda. Dan peringatan kedua, jangan sampai salah mengenali istri anda. Keduanya bisa mendatangkan petaka besar.
2. Mengenali maksud
Bisa mengenali dia serius atau becanda, sedang memuji atau sarkasme. Anda harus dapat menebak maksud seseorang tanpa melihat gerak mulut dan pipi.
3. Mengenali isi hati
Bisa berupa emosi sesaat (marah, sedih, kesal, bosan) atau warna hati yang lebih permanen (cinta, benci, rela, dengki). Ini bisa sangat berguna bagi kelanggengan hubungan anda. Ketrampilan yang lebih tinggi lagi adalah mengenali kebohongan dan kejujuran hanya dari mata.
Bagaimana pun, selamat datang di jaman baru bernama pasca-Covid19. Ada new normal yang harus anda biasakan, dan ada keterampilan baru yang harus anda pelajari.
Penulis adalah pengajar di Universitas Pamulang.
Pernah bertempat tinggal di Abu Dhabi, UAE selama 13 tahun.