Pandemi Covid-19 Ujian Karakter Manusia

Dr. E. Nurzaman AM, MM, MSi. (Dosen Universitas Pamulang) Kota Tangerang Selatan. ( Foto/dok )

Oleh. Dr. E. Nurzaman AM, MM, MSi. (Dosen Universitas Pamulang)

Perjuangan kita melawan pandemi corona virus disease -19 (Copid-19) belum jelas sampai kapan. Hingga sat ini belum ada moda yang dapat memprediksi secara tepat kapan pandemi ini akan berakhir. Sejak Bulan Maret lalu, tanpa henti sampai kini kita kerap disuguhi aneka informasi melalui berbagai media, baik elektronik maupun cetak bahkan media sosial yang mewartakan tentang Copid-19 tersebut, baik itu berita posistif maupun negatif.

Contoh berita postif, antara lain: terbangunnya rasa empati terhadap sesama, secara gotong royong mengumpulkan donasi lalu disampaikan kepada mereka yang memerlukannya akibat terdampak Copid-19, baik dalam bentuk uang maupun barang berupa sembako. Ada komunitas yang menyediakan makanan siap santap untuk dibagikan kepada sipa saja yang memerlukan. Ada juga hartawan yang mempercepat penunaian zakat mal walau belum saatnya karena rasa iba dan empati kepada si miskin agar dapat menyambung hidupnya, dll perilaku posistif yang muncul tiba-tiba, yang menunjukkan kecerdasan sosial dan karakter baik. Di balik berita positif tersebut, juga tidak sedikit berita yang negatif, contohnya banyak warga yang tetap keluar rumah tanpa alasan penting dan tidak mengindahkan protokol kesehatan; sekalipun sudah diberlakukan pembatasan sosial bersekala besar (PSBB) banyak juga masyarakat yang memaksa mudik dengan berbagai cara yang ilegal, hingga ada yang menyusuri ‘jalan tikus’ agar tidak tercegat oleh petugas. Direktur Lalu Lintas PMJ (MI 12 Mei:7), menyatakan bahwa sampai dengan 11 Mei paling tidak tertangkap ada 11 bus, 112 minibus, 78 mobil pribadi, dan 1 truk berhasil disitia petugas karena melanggar PSBB, dengan penumpang mencapai 1.113 orang.

Dengan tujuan untuk kepentingan dan keselamatan bersama, Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah. Pusat perbelanjaan (mall) ditutup, pusat hiburan ditutup, aktivitas lembaga pendidikan dialihkan menjadi virtual, dll, tidak boleh beraktivitas sebagaimana biasanya, dikecualikan bagi hal-hal tertentu seperti layanan kesehatan, keamanan, dll. Tidak nyaman memang, berhari-hari diam di rumah tanpa aktivitas yang biasanya dilakukan di luar rumah. Pasti ada rasa bosan, jenuh, resah, gundah dll yang mengakibatkan merasa terbelenggu, kemerdekaan merasa terampas. Tapi justru di sinilah karakter kita diuji, sejauh mana kepatuhan kita kepada aturan supaya mata rantai penyebaran Copid-19 terputus dan segera kembali pada situasi normal. Sejauh mana kepedulian kita kepada sesama sebagaimana dicontohkan di atas.

Keadaan darurat copid-19, berbarengan dengan Bulan Suci Ramadhon, kita mesti sadar dan ikhlas menerima keadaan ini dengan tetap berikhtiar dan berdo’a agar segera kembali pada sistuasi normal, dan agar puasa kita bernilai sosial yang tinggi, sebagai mana ajaran para ulama dan para ustadz, hendaknya puasa kita dapat meningkatkan karakter baik, antara lain dengan patuh dan taat kepada ketentuan Allah SWT dan taat kepada Pemerintah yang punya kewajiban melindungi seluruh rakyatnya, termasuk melindungi rakyat dari pandemi Copid-19.

Seberapa pentingkah karakter?
Betapa pentingnya karakter manusia dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Mungkin karena sangat pentingnya karakter, maka Allah SWT mengujinya dengan Ciopid-19. Ujian agar semakin kuat, sejauh mana ketaatan, kepatuhan, solidaritas, empati pada sesama, sejauh mana kesadaran hidup sehat, sejauh mana kesabaran, keikhlasan saat ditimpa musibah, kesadaran atas keterbatasan diri, dst. Peribahasa Inggris (M.Nuh:2014) mengungkapkan bahwa: “when wealth is lost-nothing is lost, when health is lost-something is lost, when character is lost-everything is lost”. Jika harta kekayaan yang kita miliki hilang, sama dengan tidak ada yang hilang. Jika kesehatan kita hilang, baru ada sesuatu yang hilang. Tetapi jika karakter hilang, maka akan kehilanagn segalanya.

Karakter merupakan ciri khas yang dimiliki individu dan mengakar pada kepribadian individu yang bersangkutan, yang merupakan faktor penggerak untuk berpikir, berucap, bertindak, bersikap, dan merespon secara positif terhadap lingkungan sekitar. Jika karakter individu baik, maka akan berdampak pada pembentukan karakter masyarakat secara kolektif. Betapa dahsyatnya karakter dalam mempengaruhi hidup dan kehidupan seseorang yang dapat mempengaruhi kehidupan kolektif banyak orang, bahkan kehidupan suatu masyarakat dalam suatu bangsa.

Thomas Lickona (2016) mengungkapkan: Hati-hati terhadap pikiran Anda, pikiran Anda menjadi kata-kata Anda. Hati-hati dengan kata-kata Anda, kata-kata Anda menjadi perbuatan Anda. Hati-hati dengan perbuatan Anda, perbuatan anda menjadi kebiasaan Anda.

Hati-hati dengan kebiasaan Anda, kebiasaan Anda menjadi karakter Anda. Hati-hati dengan karakter Anda, karakter Anda menjadi takdir Anda. Semoga tindakan dan sikap positif yang timbul pada saat Copid-19 menjadi pola pembentukan kebiasan (habit-forming) yang baik dalam situasi apapun, sehingga akan memperkuat karakter bangsa kita. Semoga.